Kamis, 01 November 2012

Merindukan Tegaknya Keadilan

Sudahkah keadilan tegak di negeri nusantara ini. inilah pertanyaan tak terjawab yang mungkin banyak ditanyakan oleh seluruh penduduk di negeri kepulauan ini. Pertanyaan ini tak terjawab bukan karena tidak ada yang menjawab, tak terjawab bukan pula karena tidak ada jawaban untuk menjawabnya, tetapi pertanyaan ini tak terjawab karena tertutup oleh jawaban lain yang mengalihkannya.

Keadilan sosial yang konon dalam asas negara dijanjikan bagi seluruh rakyat negeri ini seakan hanyalah sebuah coretan pinggir jalan yang diabaikan sendiri oleh penulisnya.Keadilan yang banyak diucapkan dalam janji-janji manis pemilihan umum dalam kenyataannya tidak lebih hanya seperti tawaran seorang pembohong yang berdagang dan sedang mempromosikan kehebatan barang dagangannya.

Ketika anak-anak kecil yang seharusnya berhak mengenyam pendidikan sebagai kebutuhan harus berjemur di perempatan lampu lalu lintas mengharap beberapa keping koin untuk membeli sesuap nasi. Ketika mereka berebut dengan sesama mereka seakan mengadakan perlombaan untuk berebut botol-botol bekas air mineral tak bertuan di lintasan kereta, yang setiap saat siap menyambar nyawa mereka. Akan tetapi, di tempat lain para penguasa negeri yang telah bergelimang harta tak mau kalah dengan berlomba untuk lebih memakmurkan diri mereka sendiri. Seperti inikah arti sebuah keadilan ?


Ketika para pemimpin negeri khatulistiwa ini bertamasya menuju kantornya dengan menggunakan mobil-mobil mengkilap nan mewah tanpa memikirkan bahan bakarnya, sedangkan masyarakat kasta menengah bawah harus memeras lebih banyak keringatnya sebagai bahan bakar motor butut mereka. Seperti inikah arti sebuah keadilan ?

Seseorang yang pernah membaca sejarah tentang kejayaan Islam di masa lampau, tentu sangat merindukan masa-masa itu kembali terulang saat ini. Masa dimana keadilan benar-benar ditegakkan langsung oleh pemimpin kaum muslimin. Masa disaat seorang rakyat jelata bisa bertemu langsung dengan pemimpinnya tanpa melalui perantara untuk mengadukan sebuah perkara.

Kita ambil contoh Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu. Siapa yang tidak mengenalnya, termasuk dari sepuluh orang yang dijanjikan dengan surga tak sekalipun membuatnya angkuh dan sombong. Bahkan ketika mendapat amanah sebagai seorang khalifah, beliau tanpa rasa malu dan gengsi mengangkat sendiri karung berisi bahan pokok untuk satu keluarga yang sedang kelaparan. Ingatlah pada saat itu beliau adalah Amirul mukminin bagi kaum muslimin yang kekuasaanya membentang di seluruh jazirah arab.

Tidakkah para pemimpin negeri ini mencontoh Imam Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu  yang dalam sebuah kisah dari Ahmad mengeluarkan dari Abdullah bin Ruzain, dia berkata: "Aku pernah masuk ke rumah Ali bin Abu Thalib pada hari Idul Adha. Dia menyuguhkan daging angsa kepadaku. Aku berkata, "Semoga Allah melimpahkan kebaikan kepadamu. Karena engkau bisa menyuguhkan makanan ini, berarti Allah memang telah melimpahkan kebaikan kepadamu, " Dia berkata, "Wahai Ibnu Ruzain, aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidak diperkenankan harta Allah bagi seorang khalifah kecuali sebanyak dua takaran saja, satu takaran yang dia makan bersama keluarganya, dan satu takaran lagi yang harus dia berikan kepada orang-orang." Inilah Imam Ali bin Abu Thalib yang juga sepupu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Masih begitu banyak contoh suri tauladan tentang keadilan dari para pemimpin-pemimpin umat Islam di masa lalu, yang mana sangatlah sulit dan tidak mungkin untuk menyamakannya dengan para penguasa pada zaman ini. Sungguhlah benar sebuah perkataan bahwa keadilan itu bukan sekedar janji dan ucapan tetapi keadilan itu adalah dengan pengamalan dan pelaksanaan. 
   

















0 Komentar:

Posting Komentar

 
;