Tampilkan postingan dengan label study. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label study. Tampilkan semua postingan
Minggu, 09 Juni 2013 0 Komentar

Gelap Gemerlap Terang Senyap

Saat gelap menyapa
Tiada rasa tanpa daya
Jeritan maya tinggalkan gema
Hiasi keheningan suasana

Pandangan menjelma hitam
Gambaran sebuah negeri suram
Memikul masa lalu kelam
Hilang... dan tenggelam
Malam tetaplah malam

Membayang dunia tanpa malam
Panas tiada rembulan
Membayang dunia tanpa siang
Gelap tanpa mentari
Keduanya dicipta berpasangan
Mencerainya berarti kehancuran
Selasa, 13 November 2012 0 Komentar

Persiapkan Bekal terbaik



Setiap orang yang akan bepergian tentunya akan mempersiapkan segala persiapan dengan sebaik-baiknya.Ia tidak ingin ada sesuatu yang dibutuhkan terlupakan dalam perjalanan.Misalkan saja sebuah keluarga yang akan mengadakan perjalanan pulang ke kampung halaman,sudah pasti keluarga itu akan mempersiapkan segala hal mulai dari pakaian yang akan dikenakan,transportasi yang akan digunakan,komsumsi,dan tentunya biaya yang dikeluarkan selama perjalanan hingga sampai ke tempat tujuan.

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: أخَذَ رَسُوْلُ اللهِ ص بِمَنْكِبَيَّ فَقَالَ: كُنْ فِيْ الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ, أوْعَا بِرُ سَبِيْلٍ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ: اِذَا أمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ, وَاِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ الْمَسَا ءَوَحُدْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ, وَمِنْ حَيَا تِكَ لِمَوْتِكَ

Ibnu Umar ra. Berkata, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Memegang pundakku dan bersabda, "Didunia ini, jadilah kamu seperti orang asing atau seorang pengembara.." Ibnu Umar ra berkata, 'Jika kamu di sore hari, jangan menunggu pagi hari; dan jika kamu di pagi hari, jangan menunggu sore hari. Manfaatkan waktu sehatmu sebelum kamu sakit, dan waktu hidupmu sebelum kamu mati." (H.R. Bukhari)

Rabu, 01 Agustus 2012 0 Komentar

Menjawab Adzan dan berdo’a setelahnya

Disunnahkan bagi seorang yang mendengar adzan untuk menjawabnya, yaitu dengan cara mengucapkan kalimat seperti yang diucapkan oleh muadzin. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa sallam.

“Jika kalian mendengar adzan, maka ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan muadzin." Sunan at-Tirmidzi  (I/134 no. 208)

Disunnahkan juga untuk mengucapkan kalimat ‘Laa haula walaa quwwata illaa billaah’ ketika menjawab kalimat Hayya 'alash shalaah dan Hayya 'alal falaah.

Dari Umar bin al-Khatab Radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda “Jika muadzin mengucapkan ‘Allaahu akbar, Allaahu akbar.’ Maka hendaklah salah seorang di antara kalian mengucapkan ‘Allaahu akbar, Allaahu akbar.’ Kemudian jika muadzin mengucapkan ‘Asyhadu allaa ilaaha illallaah.’ Maka ia mengucapkan ‘Asyhadu allaa ilaaha illallaah.’ Kemudian jika muadzin mengucapkan ‘Asyhadu anna Muhammadar Rasulullaah.’ Maka ia mengucapkan ‘Asyhadu anna Muhammadar Rasulullaah.’ Kemudian jika muadzin mengucapkan ‘Hayya 'alash shalaah.’ Maka ia mengucapkan ‘Laa haula walaa quwwata illaa billaah.’ Kemudian jika muadzin mengucapkan ‘Hayya 'alal falaah.’ Maka ia mengucapkan ‘Laa haula walaa quwwata illaa billaah.’ Kemudian jika muadzin mengucapkan ‘Allaahu akbar, Allaahu akbar.’ Maka ia mengucapkan ‘Allaahu akbar, Allaahu akbar.’ Kemudian jika muadzin mengucapkan ‘Laa ilaaha illallaah.’ Maka ia mengucapkan ‘Laa ilaaha illallaah’ dengan hati yang tulus, maka dia akan masuk Surga." Riwayat muslim (1/288)
Sabtu, 21 Juli 2012 0 Komentar

Nasionalisme Santri, Sebuah Refleksi

Janggutnya sudah mulai meninggalkan dunia hitam. Suara baritonnya menambah wibawa. Di Pesantren, ia dikenal tangkas menjawab pertanyaan wartawan. “Jadi apa arti nasionalisme menurut Bapak?” Tanyanya suatu ketika kepada utusan Pemerintah. Utusan itu sebelumnya mengutarakan bahwa team mereka mendapat tugas untuk menyelenggarakan ‘Training Kebangsaan’. “Apa Bapak meragukan ‘nasionalisme’ kami…nasionalisme santri-santri kami…?” protes Kyai yang mulai sepuh itu.  “Jika Bapak meragukan pembelaan kami terhadap negeri ini, silahkan diuji… ‘Bawa masuk’ tentara Amerika ke Indonesia, kami jamin santri kami akan berada di shaf depan untuk menghadapi mereka. Dan saya jamin, birokrat-birokrat yang sok nasionalis itu akan lari terbirit-birit meski setiap Senin hormat bendera.” Lanjutnya berargumen.


Setelah berdiskusi panjang, utusan itu akhirnya ‘setengah menyerah’. Di satu sisi, betapapun ia adalah delegasi yang harus pulang membawa hasil. Gagal dalam sebuah missi, bisa mengancam karir dan ‘periuk’ mereka. Disisi lain, ia juga tak bisa banyak menjawab argumentasi sang Kyai. Akhir kata, disepakatilah sebuah kompromi. Kuliah kebangsaan tetap diadakan; diselipkan dalam sebuah sambutan acara seremonial Pesantren yang kolosal. Bukan dalam bentuk training melainkan pidato dengan durasi sekitar satu jam. Dan untuk mewujudkannya, sang utusan memberikan dana atas nama ‘training kebangsaan’ itu ☺ (hehe.., mau juga duitnya). Karena yang memberi kuliah adalah seorang menteri, kawan saya harus meminjam mobil camry ke Pemerintah Kabupaten waktu itu. (wah, harusnya sekali-kali diajak jalan kaki ya..☺)
0 Komentar

Bisa Jadi Mereka Lebih Baik Darimu

Tidak jarang kita mendengar di lingkungan kita seseorang yang menghina atau mengolok-olok saudaranya, atau sebuah kelompok melakukan hal itu terhadap kelompok yang lain. Hal ini bukanlah suatu hal yang asing lagi di lingkungan kita berada pada zaman ini. Di jalanan ketika kita pergi menuju kampus atau sekolah, di ruang kelas ketika kita sedang berada di dalamnya, bahkan yang membuat hati miris adalah ketika kita mendengar hal ini berada di dalam Masjid.

Berapa banyak sebuah pertikaian yang ada di bumi Allah ini terjadi karena dimulai dengan saling hina dan ejek. Berapa banyak pula kasus pembunuhan kita mendengarnya setiap hari melalui media cetak dan elektronik yang diawali dengan pertikaian mulut. Kalaulah boleh ditarik kesimpulan tidaklah sebuah pertikaian, pembunuhan, dan pertengkaran terjadi kecuali selalu diawali dengan peperangan mulut dengan saling hina, ejek, dan menjatuhkan satu sama lain.

Di dalam sebuah ayat Allah Subhanahu wa ta’ala melarang orang-orang beriman untuk saling menghina dan mengolok-olok orang lain, karena bisa jadi orang yang dihina atau diolok-olok lebih baik dan lebih mulia dibanding dengan orang yang menghina dan mengolok-olok.
Rabu, 18 Juli 2012 0 Komentar

Sholat Tahiyyatul Masjid dan Hal yang Berkaitan dengannya

Sholat Tahiyyatul Masjid adalah sholat sunnah dua raka’at yang dikerjakan oleh seorang muslim yang memasuki Masjid.
Sebagaimana dijelaskan oleh sebuah hadist dari Abu Qatadah Al-Harits bin Rab’y Al-Anshary Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka janganlah duduk sebelum shalat dua rakaat.”

Pengecualian dalam melaksanakan tahiyyatul masjid

Seorang khatib masjid jika masuk ke dalam masjid untuk melaksanakan khutbah jum’at maka tidak mendirikan sholat dua raka’at. Kemudian orang yang tinggal di masjid karena seringnya keluar masuk masjid karena akan memberatkannya, maka tidak disunnahkan baginya untuk mendirikan tahiyatul masjid sebagaimana orang yang masuk masjid. Kemudian imam sholat wajib. Dan setelah dikumandangkannya iqomah, karena sholat wajib lebih utama dari tahiyatul masjid.
Sebagian yang lain berpendapat disunnahkan mengulangi tahiyyatul masjid setiap kali mengulangi masuk ke dalam masjid, mengambil pendapat ini Imam Annawawi dan Syaikhul Islam memilihnya, dan inilah dhohir perkataan hanabilah.
As syaukani berpendapat bahwa sholat tahiyyatul masjid disyariatkan walaupun mengulangi masuk masjid berkali-kali sesuai dhahir hadist.Wallahu A’lam.

Hikmah tahiyyatul Masjid

Pelaksanaan tahiyyatul masjid sebagai bentuk penghormatan terhadap masjid, sebagaimana kedudukan salam ketika hendak memasuki rumah, kemudian menyalami pemiliknya ketika bertemu dengannya. 
Berkata Imam Nawawi rahimahullah: “sebagian yang lain menjelaskan sebagai penghormatan pemilik masjid, maksudnya adalah pendekatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, bukan kepada masjid, karena memasuki rumah pemiliknya (Allah), maka ini menghormati pemiliknya bukan masjidnya.”

Hal-hal yang berkaitan dengan sholat tahiyyatul masjid

-       Waktu tahiyyatul masjid adalah setelah memasuki masjid sebelum duduk, sedangkan jika duduk dengan sengaja dan sadar. Maka tidak diperintahkan untuk berdiri mengerjakannya, karena telah berlalu waktunya.
-      Siapa yang memasuki masjid dan duduk karena tidak tahu atau lupa sebelum melaksanakan tahiyyatul masjid. Maka dia mempunyai hak untuk melaksanakan sholat dua rakaat, karena tidaklah berlalu waktu jika duduk karena berudzur, dengan syarat belum dilaksanakan sholat wajib.
-     Hukum fiqh tahiyyatul masjid adalah sunnah menyelisihi yang mengatakan hukumnya wajib. Imam An nawawi telah menceritakan ijma tentang ini.
-       Barang siapa yang memasuki masjid dan muadzin sedang mengumandangkan adzan, maka disyariatkan untuk menjawab adzan, dan mengakhirkan tahiyyatul masjid untuk mengetahui keutamaan menjawab adzan. Kecuali jika memasuki masjid pada waktu sholat jum’ah dan telah dimulai adzan sebelum khutbah, maka dalam keadaan ini lebih didahulukan melaksanakan tahiyyatul masjid dari menjawab adzan, karena mendengarkan khutbah itu lebih penting.
-        Siapa yang memasuki masjid pada hari jum’at dan khatib sedang berkhutbah disunnahkan melaksanakan tahiyyatul masjid, meringankan sholatnya dan makruh meninggalkannya. Sesuai dengan hadist “...janganlah duduk sebelum shalat dua rakaat.” (HR. Bukhori dan Muslim). Dan jika khotib akan mengakhiri khutbah dan menyangka jika melaksanakan tahiyyatul masjid tidak akan mendapat satu rakaat, maka dia berdiri sampai dimulai sholat, sehingga dia tidak duduk di masjid dalam keadaan belum melaksanakan tahiyyatul masjid.
-      Kepada siapa yang akan melaksanakan sholat wajib, kemudian mendatangi masjid dan telah didirikan sholat. Maka disunnahkan untuk mengikuti sholat wajib itu.

Inilah pengertian dan hal-hal yang berkaitan dengan sholat tahiyyatul masjid. Kita memohon kepada Allah untuk memberikan ilmu yang bermanfaat bagi kita, dan memberi kita manfaat dengan ilmu yang kita pelajari. Wallahu A’lam.*(ehsani)

* dari makalah berjudul ‘Ahkam tahiyyatul masjid’ dalam www.kalemat.org
Senin, 04 Juni 2012 0 Komentar

Agama disisi Allah hanyalah Islam


إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.”(Qs. Ali Imran:19)

Ayat di atas merupakan pemberitahuan dari Allah Subhanahu wa ta’ala bahwa tidak ada Agama yang diterima oleh-Nya dari seseorang kecuali Islam. Inilah agama yang Allah mengutus para Rasul dengannya di setiap masanya, hingga ditutup dengan diutusnya Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam sebagai Rasul terakhir. Oleh karena itu barangsiapa yang bertemu dengan Allah pada hari akhir setelah diutusnya Nabi Muhammad dengan membawa selain syariatNya (Islam) maka itu tidak diterima. Allah berfirman:

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang merugi.” (Qs. Ali Imran:85)

Di dalam tafsir At thabari disebutkan bahwa maksud dari kalimat “Sesungguhnya agama disisi Allah hanyalah Islam” adalah ketaatan hanya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, dan pengakuan lisan dan hati untuk beribadah dan tunduk kepadaNya. Serta berusaha untuk menaati segala hal yang diperintahkan dan dilarang olehNya, dengan sikap tunduk tanpa disertai sifat sombong, menyimpang, dan menyekutukan Allah dengan makhlukNya dalam masalah ibadah dan ilahiyah.  

Dalam sebuah riwayat diterangkan maksud Islam dalam kalimat “Sesungguhnya agama disisi Allah hanyalah Islam” adalah beramal dengan ikhlas hanya mengharap ridho Allah subhanahu wa ta’ala, beribadah tanpa menyekutukan-Nya, mendirikan sholat, membayar zakat, dan mengikutinya semua kewajiban lain.

Disebutkan dalam tafsir Ibnu Abbas bahwa Allah sendiri menyatakan Agama disisi-Nya hanyalah Islam. Para Malaikat, nabi, dan orang-orang berilmu juga menyatakan demikian. Allah berfirman:

شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. Ali Imran:18)

Untuk itu sebagai seorang Muslim hendaknya kita bersyukur kepada Allah atas segala kenikmatan yang Allah anugerahkan kepada kita, terutama nikmat yang Allah tidak berikan kepada orang-orang kafir yaitu nikmat sebagai seorang Muslim.

Ya Allah berikanlah kepada kami kesabaran, matikanlah kami dalam keadaan Muslim, dan pertemukanlah kami dengan orang-orang shaleh. 





Jumat, 23 Maret 2012 0 Komentar

Bagaimana adab seorang muadzin ?

Adzan merupakan seruan untuk memberitahukan bahwa waktu shalat telah tiba dengan menggunakan lafadz tertentu.Adzan juga merupakan salah satu syi’ar dari agama Islam yang diawali dengan takbir sebagai pengakuan kebesaran dan kesempurnaan Allah,kemudian dilanjutkan dengan pengakuan tauhid,meniadakan syirik,dan mengakui Muhammad shalallahu alaihi wa sallam sebagai Rosul hingga diakhiri dengan kalimat yang telah di sebutkan di awal sebagai penegasan dari kalimat pengulangan tersebut.

Seorang yang mengumandangkan adzan disebut dengan muadzin.Di dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad,Muslim,dan Ibnu Majah dari Muawiyah radhiyallahu anhu di sebutkan bahwa muadzin akan menjadi orang yang mempunyai leher paling panjang di hari kiamat nanti.Kemudian bagaimanakah sikap atau adab yang harus dijaga oleh seorang muadzin ketika mengumandangkan Adzan.
Berikut ini adalah beberapa adab yang perlu diperhatikan oleh seorang muadzin:

-Hendaknya ketika mengumandangkan Adzan,ia hanya mengharapkan ridho Allah dan tidak mengambil upah dari adzannya.

Dari Usman bin Abil-‘Ash,ia berkata : “Wahai Rasulullah, jadikanlah aku sebagai imam bagi kaumku”. Beliau shallallaahu alaihi wa sallam bersabda : “Engkau adalah imam mereka. Sesuaikanlah dengan kondisi orang yang paling lemah di antara mereka {saat engkau berdiri menjadi imam} dan angkatlah seorang muadzin yang tidak mengambil upah dari adzannya tersebut”(HR. Abu dawud,an nasa’i,Ibnu Majah).

-Menghadap ke kiblat dan suci dari hadast kecil dan besar ketika mengumandangkan adzan.

-Menolehkan kepala,leher,dan dada ke kanan ketika melafalkan “hayya ala-s-sholah” kemudian menoleh ke kiri ketika melafalkan “hayya ala-l-falah.”
Tentang gerakan ini (menoleh ke kanan dan ke kiri ketika melafalkan kalimat tersebut) Imam nawawi mengatakan bahwa ini adalah gerakan yang paling benar.Sedangkan berputarnya badan seorang muadzin ketika mengumandangkan adzan,dijelaskan dalam Al mughni dari Ahmad: tidaklah memutar badan kecuali jika berada di atas menara dengan tujuan agar terdengar dari segala penjuru.

-Memasukkan kedua jarinya ke kedua telinga.
Diriwayatkan oleh abu dawud dan ibnu hibban,Bilal berkata:saya letakkan kedua jariku ke telinga kemudian saya kumandangkan adzan.Tirmidzi berkata: ahlul ilmi menyukai jika seorang muadzin memasukkan jarinya ke kedua telinganya ketika adzan.

-Mengeraskan suara ketika adzan walaupun dalam keadaan sendirian di tengah padang pasir.

-Tidak bercepat-cepat ketika mengumandangkan adzan yaitu dengan memberi jeda satu kalimat dengan kalimat yang lain.sedangkan ketika iqomah mengumandangkannya dengan cepat.

-Tidak berbicara di pertengahan iqomah,sedangkan berbicara di pertengahan adzan sebagian ahlu ilmi membencinya,sedangkan al hasan,atho’,dan qotadah memberi rukhsah untuk itu.Abu dawud berkata:saya bertanya kepada Ahmad tentang seorang lelaki (muadzin) berbicara di pertengahan adzan,Ahmad menjawab:ya,kemudian saya bertanya:ketika iqomah?Ahmad menjawab:tidak,hal itu di karenakan di sunnahkan mengumandangkannya dengan cepat.

Inilah beberapa adab yang perlu diperhatikan oleh seorang muadzin ketika mengumandangkan adzan.Semoga bermanfaat dan bisa di amalkan oleh para muadzin.
Senin, 20 Februari 2012 0 Komentar

Perintah dan Keutamaan Dzikrullah

Dzikir adalah salah satu ibadah yang paling mudah di amalkan tetapi sering dilupakan,padahal dzikir memiliki keutamaan-keutamaan yang yang sangat besar.Allah Subhanahu wa ta’ala menyebut tentang perintah berdzikir berkali-kali dalam Al qur’an.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا

Artinya :Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.(Al ahzab:41)



الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ

Artinya : orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring…(Ali imron:191)



وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

Artinya : laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.(Al ahzab :35)



Dalam ayat-ayat tersebut Allah ta’ala memerintahkan untuk senantiasa berdzikir dalam keadaan apapun bahkan orang-orang yang berdzikir di janjikan oleh-Nya dengan pahala yang besar.



(عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((سبق المفردون)) قالوا: وما المفردون يا رسول الله؟ قال: ((الذاكرون لله كثيرا والذاكرات))(رواه مسلم

Artinya: “Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda: “Orang-orang yang menyendiri telah mendahului”. Para sahabat bertanya: “Siapakah orang yang menyendiri itu wahai Rasulullah?” Rasulullah saw menjawab: “Laki-laki atau perempuan yang banyak berdzikir kepada Allah” (HR. Muslim).



(عن أبي موسى الأشعري عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((مثل الذى يذكر ربه والذى لا يذكره, مثل الحي والميت)) (رواه البخارى

Artinya: “Dari Abu Musa al-Asy’ari, Rasulullah saw bersabda: “Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah dengan yang tidak berdzikir, seperti orang yang hidup dengan orang yang sudah mati” (HR. Bukhari).



Masih banyak lagi hadist yang menerangkan tentang perintah dan keutamaan untuk berdzikir.

Keutamaan Dzikrullah

Imam Ibnu qoyyim al jauziyah rahimahullah dalam kitabnya “Al waabilu assoyyib mina-l-kalimi Attoyyib” menyebutkan banyak keutamaan dzikrullah yang bisa menumbuhkan semangat seorang muslim untuk senantiasa mengamalkannya,diantaranya sebagai berikut;

- Berdzikir dapat mengusir,mengekang,dan mengalahkan Syaitan.

إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ

Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.(Al a’raf:201)



Dalam sebuah hadist yang panjang Allah ta’ala memerintahkan Zakariya bin Yahya lima kalimat untuk diajarkan dan diamalkan oleh Bani Israil,yaitu : Tauhid,Sholat,Shiyam,Shodaqoh,kemudian yang kelima “dan aku memerintahkanmu untuk berdzikir,hal itu di umpamakan seperti seorang lelaki yang menyerang musuh dengan cepat hingga dia mencapai benteng pertahanan musuh maka dia melindungi diri dari mereka.Begitu juga seorang hamba tidaklah melindungi dirinya kecuali dengan dzikrullah…” (Al musnad 4/202)

- Menghadirkan ketenangan dan kebahagiaan di hati.

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

Artinya :(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (Ar ra’d:28)



Ibnu taimiyah rh berkata : Dzikir bagi hati adalah ibarat air bagi ikan,maka bagaimanakah keadaan ikan jika dipisahkan dari air.

- Membebaskan diri dari adzab Allah Subhanahu wa ta’ala.

عن معاذ بن جبل قال,قال رسول الله صل الله عليه وسلم:ماعمل ادمي عملا اًنجى له من عذاب الله من ذكر الله تعالى.

Artinya : “dari muadz bin jabal r.a berkata,Rosulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada amal anak Adam yang lebih menyelamatkannya dari azab Allah ta’aala selain dzikrullah.” (Al musnad 5/239)



- Memperbanyak dzikir menjauhkan diri dari kemunafikan.

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا.

Artinya : Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (An nisa’:142)



Ka’ab berkata : Barang siapa banyak berdzikir dia telah berlepas dari kemunafikan.

Suatu ketika Ali bin Abi Thalib r.a ditanya tentang khowarij apakah mereka termasuk orang-orang munafik ? beliau menjawab: Orang munafik tidak menyebut Allah kecuali hanya sedikit.

Salah satu tanda kemunafikan adalah jarang berdzikir.Oleh karena itu memperbanyak dzikir akan memjauhkan diri dari sifat kemunafikan.

- Dzikir adalah obat penyakit hati

Makhul bin Abdullah r.h berkata : Mengingat Allah Subhanahu wa ta’ala adalah obat,sedangkan mengingat manusia adalah penyakit.

Berdzikir juga dapat menghilangkan kerasnya hati,karena di dalam hati manusia terdapat sesuatu yang keras yang tidak dapat dihilangkan kecuali dengan berrdzikir.suatu hari datang seseorang kepada Hasan Al basri dan berkata: “Wahai abu said aku keluhkan padamu tentang kerasnya hatiku”.abu said menjawab “hilangkanlah dengan berdzikir.”

Dzikir yang paling mulia

Dzikir yang paling mulia bagi seorang hamba adalah dengan membaca Al qur’an.Karena Al qur’an adalah kalamullah yang juga merupakan sebaik-baik perkataan di alam semesta.Al quran juga merupakan kitab yang paling utama yang di wahyukan kepada penutup para Rosul Muhammad shalallahu alaihi wa sallam.Barang siapa yang berkata dengannya maka dia jujur,yang beramal dengannya baginya pahala,yang berhukum dengannya adil,yang menyeru untuk beramal dengannya dia menyeru ke jalan yang lurus “shiratal mustaqim”.

Ya Allah, bantulah kami untuk mengingatiMu, mensyukuriMu dan beribadat kepadaMu dengan baik.Wallahu a’lam.

Source;Shoutussalam.com
Minggu, 05 Februari 2012 0 Komentar

Definisi Bid'ah

Para ulama telah memberikan beberapa definisi bidah. Definisi-definisi ini walaupun lafadl-lafadlnya berbeda-beda, menambah kesempurnaannya disamping memiliki kandungan makna yang sama. Termasuk definisi yang terpenting adalah,

1.Definisi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah

Syaikhul Islam Ibnu Taimiah berkata, "Bidah dalam agama adalah perkara wajib maupun sunnah yang tidak Allah dan rasul-Nya syariatkan. Adapun apa-apa yang Ia perintahkan baik perkara wajib maupun sunnah maka diketahui dengan dalil-dalil syriat, dan ia termasuk perkara agama yang Allah syariatkan meskipun masih diperslisihkan oleh para ulama. Apakah sudah dikierjakan pada jaman nabi ataupun belum dikerjakan."

2. Definisi Imam Syathibi

Beliau berkata, "Satu jalan dalam agama yang diciptakan menyamai syariat serta diniatkan dengan menempuhnya bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah".

3. Definisi Ibnu Rajab

Ibnu Rajab berkata, "Bidah adalah mengada-adakan suatu perkara yang tidak ada asalnya dalam syariat. Adapun yang memiliki bukti dari syariat maka bukan bidah walaupun bisa dikatakan bidah secara bahasa"



4. Definisi Suyuthi

Beliau berkata, "Bidah adalah sebuah ungkapan tentang perbuatan yang menentang syariat dengan suatu perselisihan atau suatu perbuatan yang menyebabkan menambah dan mengurangi ajaran syariat".



Dengan memperhatikan definisi-definisi ini akan nampak tanda-tanda yang mendasar bagi batasan bidah secara syariat yang dapat dimunculkan ke dalam beberapa point di bawah ini :

1. Bahwa bidah adalah mengadakan suatu perkara yang baru dalam agama. Adapun mengadakan suatu perkara yang tidak diniatkan untuk agama tetapi semata diniatkan untuk terealisasinya maslahat duniawi seperti mengadakan perindustrian dan alat-alat sekedar untuk mendapatkan kemaslahatan manusia yang bersifat duniawi tidak dinamakan bidah.

2. Bahwa bidah tidak mempunyai dasar yang ditunjukkan syariat. Adapun apa yang ditunjukkan oleh kaidah-kaidah syariat bukanlah bidah, walupun tidak ditentukan oleh nash secara husus. Misalnya adalah apa yang bisa kita lihat sekarang: orang yang membuat alat-alat perang seperti kapal terbang, roket, tank atau selain itu dari sarana-sarana perang modern yang diniatkan untuk mempersiapkan perang melawan orang-orang kafir dan membela kaum muslimin maka perbuatannya bukanlah bidah. Bersamaan dengan itu syariat tidak memberikan nash tertentu dan Rasulullah tidak mempergunakan senjata itu ketika bertempur melawan orang-orang kafir. Namun demikian pembuatan alat-alat seperti itu masuk ke dalam keumuman firman Allah taala, "Dan persiapkanlah oleh kalian untuk mereka (musuh-musuh) kekuatan yang kamu sanggupi." (Al-Anfal: 60). Demikian pula perbuatan-perbuatan lainnya. Maka setiap apa-apa yang mempunyai asal dalam sariat termasuk bagian dari syariat bukan perkara bidah.

3. Bahwa bidah semuanya tercela.

4. Bahwa bidah dalam agama terkadang menambah dan terkadang mengurangi syariat sebagaimana yang dikatakan oleh Suyuthi di samping dibutuhkan pembatasan yaitu apakah motivasi adanya penambahan itu agama. Adapun bila motivasi penambahan selain agama, bukanlah bidah. Contohnya meninggalkan perkara wajib tanpa udzur, maka perbuatan ini adalah tindakan maksiat bukan bidah. Demikian juga meninggalkan satu amalan sunnah tidak dinamakan bidah. Masalah ini akan diterangkan nanti dengan beberapa contohnya ketika membahas pembagian bidah. Insya’ Allah.

Inilah definisi-definisi terpenting tentang bidah yang mencakup hukum-hukumnya. Telah nampak dari sisi-sisinya batasan bidah dan jelas pula kaidah-kaidahnya yang benar untuk mendefinisikannya. Adapun cakupan setiap definisi itu bagi hukum-hukum bidah maka berbeda-beda.

Menurut anggapan kami, definisi bidah yang paling menyeluruh dengan hukum-hukumnya yang membatasi pengertian bidah secara syari dengan batasan yang rinci adalah definisi Imam Syathibi.

Dengan demikian definisi Imam Syathibilah yang terpilih dari definisi-definisi tersebut di atas karena mencakup batasan-batasan yang menyeluruh yang mengeluarkan apa-apa yang tidak termasuk perkara bidah.

Wallahu Alam.


(Source:www.shoutussalam.com)

Kamis, 02 Februari 2012 0 Komentar

Maukah Aku Tunjukkan Seorang Wanita Penghuni Surga ?

Shoutussalam.com-Dari Atha bin Abi Rabah, ia berkata, Ibnu Abbas berkata padaku,
“Maukah aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?”

Aku menjawab, “Ya”

Ia berkata, “Wanita hitam itulah yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, ‘Aku menderita penyakit ayan (epilepsi) dan auratku tersingkap (saat penyakitku kambuh). Doakanlah untukku agar Allah Menyembuhkannya.’

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Jika engkau mau, engkau bersabar dan bagimu surga, dan jika engkau mau, aku akan mendoakanmu agar Allah Menyembuhkanmu.’

Wanita itu menjawab, ‘Aku pilih bersabar.’ Lalu ia melanjutkan perkataannya, ‘Tatkala penyakit ayan menimpaku, auratku terbuka, doakanlah agar auratku tidak tersingkap.’

Maka Nabi pun mendoakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Betapa rindunya hati ini kepada surga-Nya yang begitu indah. Yang luasnya seluas langit dan bumi. Betapa besarnya harapan ini untuk menjadi salah satu penghuni surga-Nya. Dan subhanallah! Ada seorang wanita yang berhasil meraih kedudukan mulia tersebut. Bahkan ia dipersaksikan sebagai salah seorang penghuni surga di kala nafasnya masih dihembuskan. Sedangkan jantungnya masih berdetak. Kakinya pun masih menapak di permukaan bumi.


Sebagaimana perkataan Ibnu Abbas kepada muridnya, Atha bin Abi Rabah, “Maukah aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?” Aku menjawab, “Ya”
Ibnu Abbas berkata, “Wanita hitam itulah….dst”

Wahai saudariku, tidakkah engkau iri dengan kedudukan mulia yang berhasil diraih wanita itu? Dan tidakkah engkau ingin tahu, apakah gerangan amal yang mengantarkannya menjadi seorang wanita penghuni surga?

Apakah karena ia adalah wanita yang cantik jelita dan berparas elok? Ataukah karena ia wanita yang berkulit putih bak batu pualam?

Tidak. Bahkan Ibnu Abbas menyebutnya sebagai wanita yang berkulit hitam.

Wanita hitam itu, yang mungkin tidak ada harganya dalam pandangan masyarakat. Akan tetapi ia memiliki kedudukan mulia menurut pandangan Allah dan Rasul-nya. Inilah bukti bahwa kecantikan fisik bukanlah tolak ukur kemuliaan seorang wanita. Kecuali kecantikan fisik yang digunakan dalam koridor yang syar’i. Yaitu yang hanya diperlihatkan kepada suaminya dan orang-orang yang halal baginya.

Kecantikan iman yang terpancar dari hatinyalah yang mengantarkan seorang wanita ke kedudukan yang mulia. Dengan ketaqwaannya, keimanannya, keindahan akhlaqnya, amalan-amalan shalihnya, seorang wanita yang buruk rupa di mata manusia pun akan menjelma menjadi secantik bidadari surga.

Bagaimanakah dengan wanita zaman sekarang yang sibuk memakai kosmetik ini-itu demi mendapatkan kulit yang putih tetapi enggan memutihkan hatinya? Mereka begitu khawatir akan segala hal yang bisa merusak kecantikkannya, tetapi tak khawatir bila iman dan hatinya yang bersih ternoda oleh noda-noda hitam kemaksiatan – semoga Allah Memberi mereka petunjuk -.

Kecantikan fisik bukanlah segalanya. Betapa banyak kecantikan fisik yang justru mengantarkan pemiliknya pada kemudahan dalam bermaksiat. Maka saudariku, seperti apapun rupamu, seperti apapun fisikmu, janganlah engkau merasa rendah diri. Syukurilah sebagai nikmat Allah yang sangat berharga. Cantikkanlah imanmu. Cantikkanlah hati dan akhlakmu.

Wahai saudariku, wanita hitam itu menderita penyakit ayan sehingga ia datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta beliau agar berdoa kepada Allah untuk kesembuhannya. Seorang muslim boleh berusaha demi kesembuhan dari penyakit yang dideritanya. Asalkan cara yang dilakukannya tidak melanggar syariat. Salah satunya adalah dengan doa. Baik doa yang dipanjatkan sendiri, maupun meminta didoakan orang shalih yang masih hidup. Dan dalam hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki keistimewaan berupa doa-doanya yang dikabulkan oleh Allah.

Wanita itu berkata, “Aku menderita penyakit ayan dan auratku tersingkap (saat penyakitku kambuh). Doakanlah untukku agar Allah Menyembuhkannya.”

Saudariku, penyakit ayan bukanlah penyakit yang ringan. Terlebih penyakit itu diderita oleh seorang wanita. Betapa besar rasa malu yang sering ditanggung para penderita penyakit ayan karena banyak anggota masyarakat yang masih menganggap penyakit ini sebagai penyakit yang menjijikkan.

Tapi, lihatlah perkataannya. Apakah engkau lihat satu kata saja yang menunjukkan bahwa ia benci terhadap takdir yang menimpanya? Apakah ia mengeluhkan betapa menderitanya ia? Betapa malunya ia karena menderita penyakit ayan? Tidak, bukan itu yang ia keluhkan. Justru ia mengeluhkan auratnya yang tersingkap saat penyakitnya kambuh.

Subhanallah. Ia adalah seorang wanita yang sangat khawatir bila auratnya tersingkap. Ia tahu betul akan kewajiban seorang wanita menutup auratnya dan ia berusaha melaksanakannya meski dalam keadaan sakit. Inilah salah satu ciri wanita shalihah, calon penghuni surga. Yaitu mempunyai sifat malu dan senantiasa berusaha menjaga kehormatannya dengan menutup auratnya. Bagaimana dengan wanita zaman sekarang yang di saat sehat pun dengan rela hati membuka auratnya???

Saudariku, dalam hadits di atas terdapat pula dalil atas keutamaan sabar. Dan kesabaran merupakan salah satu sebab seseorang masuk ke dalam surga. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Jika engkau mau, engkau bersabar dan bagimu surga, dan jika engkau mau, aku akan mendoakanmu agar Allah Menyembuhkanmu.” Wanita itu menjawab, “Aku pilih bersabar.”

Wanita itu lebih memilih bersabar walaupun harus menderita penyakit ayan agar bisa menjadi penghuni surga. Salah satu ciri wanita shalihah yang ditunjukkan oleh wanita itu lagi, bersabar menghadapi cobaan dengan kesabaran yang baik.

Saudariku, terkadang seorang hamba tidak mampu mencapai kedudukan kedudukan mulia di sisi Allah dengan seluruh amalan perbuatannya. Maka, Allah akan terus memberikan cobaan kepada hamba tersebut dengan suatu hal yang tidak disukainya. Kemudian Allah Memberi kesabaran kepadanya untuk menghadapi cobaan tersebut. Sehingga, dengan kesabarannya dalam menghadapi cobaan, sang hamba mencapai kedudukan mulia yang sebelumnya ia tidak dapat mencapainya dengan amalannya.

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika datang suatu kedudukan mulia dari Allah untuk seorang hamba yang mana ia belum mencapainya dengan amalannya, maka Allah akan memberinya musibah pada tubuhnya atau hartanya atau anaknya, lalu Allah akan menyabarkannya hingga mencapai kedudukan mulia yang datang kepadanya.” (HR. Imam Ahmad. Dan hadits ini terdapat dalam silsilah Al-Haadits Ash-shahihah 2599)

Maka, saat cobaan menimpa, berusahalah untuk bersabar. Kita berharap, dengan kesabaran kita dalam menghadapi cobaan Allah akan Mengampuni dosa-dosa kita dan mengangkat kita ke kedudukan mulia di sisi-Nya.

Lalu wanita itu melanjutkan perkataannya, “Tatkala penyakit ayan menimpaku, auratku terbuka, doakanlah agar auratku tidak tersingkap.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdoa kepada Allah agar auratnya tidak tersingkap. Wanita itu tetap menderita ayan akan tetapi auratnya tidak tersingkap.

Wahai saudariku, seorang wanita yang ingatannya sedang dalam keadaan tidak sadar, kemudian auratnya tak sengaja terbuka, maka tak ada dosa baginya. Karena hal ini di luar kemampuannya. Akan tetapi, lihatlah wanita tersebut. Bahkan di saat sakitnya, ia ingin auratnya tetap tertutup. Di saat ia sedang tak sadar disebabkan penyakitnya, ia ingin kehormatannya sebagai muslimah tetap terjaga. Bagaimana dengan wanita zaman sekarang yang secara sadar justru membuka auratnya dan sama sekali tak merasa malu bila ada lelaki yang melihatnya? Maka, masihkah tersisa kehormatannya sebagai seorang muslimah?

Saudariku, semoga kita bisa belajar dan mengambil manfaat dari wanita penghuni surga tersebut. Wallahu Ta’ala a’lam.

Marji’:
Syarah Riyadhush Shalihin (terj). Jilid 1. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin. Cetakan ke-3. Penerbit Darul Falah. 2007 M.

{sumber;Shoutussalam.com}
Jumat, 27 Januari 2012 0 Komentar

Beberapa Sunnah Setelah Sholat Wajib

Ada beberapa hal yang di sunnahkan bagi seorang muslim setelah selesai melaksanakan Sholat wajib.Sebagaimana yang di tuliskan oleh Fuqoha’ sebagai berikut:

- Di sunnahkan menunggu atau tinggal sebentar bagi imam dan ma’mum jika terdapat jama’ah wanita,supaya mereka membubarkan diri dan tidak bercampur dengan jama’ah laki-laki.Sebagaimana di jelaskan hadist dari ummu salamah Radhiyallahu anha berkata: “ bahwasannya Rosululloh Shalallhu Alaihi wa Sallam jika selesai salam,para jama’ah wanita berdiri,sampai beliau menyelesaikan salamnya,beliau menetap di tempatnya sambil menghadap ke kiri sebelum bediri.Berkata Ummu Salamah : Kami mengira -Wallahu A’lam- hal itu di maksudkan supaya jama’ah wanita membubarkan diri sebelum sebelum di ketahui oleh jama’ah laki-laki.”

- Hendaknya setelah selesai sholat apabila berdiri dari duduknya memulai berdiri menghadap ke kiri atau kanan sesuai dengan kebutuhannya.apabila tidak mempunyai kebutuhan hendaknya memulai berdiri dengan menghadap ke kanan,karena yang demikian lebih utama.Ibnu Mas’ud berkata : “tidaklah salah satu dari kalian memberikan bagi syaitan kedudukan dalam sholatnya,dia melihat kebenaran atasnya maka dia tidak berdiri kecuali dengan manghadap ke kanan,aku telah melihat Rosulullah Shalallhu Alaihi wa sallam berkali-kali tidak memulai berdiri dengan menghadap ke kiri.” Dari qubaishoh bin hulb dari ayahnya :”bahwasanya dia sholat bersama Nabi Sholallahu Alaihi wa sallam,dan beliau berdiri dari kedua sisinya.”

- Di sunnahkan memisahkan antara sholat wajib dan sunnah dengan perkataan atau berpindah dari tempatnya.Tetapi berpindah tempat itu lebih utama,sesuai dengan larangan untuk menyambung antara sholat wajib dan sunnah kecuali setelah melaksanakan hal yang di sebutkan di atas.Berpindah tempat itu lebih utama untuk memperbanyak bagian tempat sholat yang akan menjadi saksi baginya di hari kiamat.Di sunnahkan juga memisahkan antara subuh dan sunnahnya dengan berbaring di atas lambungnya menghadap kiri atau kanan mengikuti sunnah.
Imam Ahmad rh Berkata : tidaklah seorang imam mendirikan sholat sunnah di tempat ia melaksanakan sholat wajib,sebagaimana Ali -Rodhiyallahu anhu- berkata.Beliau juga berkata : barang siapa sholat di belakang imam,tidak masalah bagi dirinya untuk mendirikan sholat sunnah di tempatnya,hal ini sebagaimana yang di lakukan oleh Ibnu Umar.Mughiroh bin Syu’bah meriwayatkan bahwa Rosululloh Shalallahu alaihi wa sallam bersabda:”tidaklah seorang imam mendirikan sholat sunnah di tempat yang dia sholat di situ bersama orang-orang” Imam Syafi’i menyebutkan bahwa sholat sunnah yang tidak di perintahkan berjama’ah lebih utama mendirikannya di rumah dari pada di masjid,sesuai khobar shohih “ sebaik-baik sholat seseorang adalah di rumah kecuali sholat wajib” supaya terdapat barakah sholat di rumahnya.

*Al fiqhu-l-islami wa adillatuhu,Juz:1,Dr. Wahbah Az zuhaily.

 
;